Rabu, 29 Desember 2010

Migrasi Gerombolan "Raptor China"






Salah satu fenomena alam unik selama kunjungan ke Taiwan adalah mengikuti penelitian DR.Chow Jeng Wong, seorang ahli Elektro Fisika dari University Sains Malaya. Dia menempatkan berbagai sensor pergerakan (berupa radar dan kamera) untuk mengamati migrasi raptor (burung pemangsa) di Taman Nasional Kenting. Rupanya DR.Wong ini mendapatkan banyak dana riset dari NSC Taiwan untuk meneliti pola pola migrasi burung raptor China di Kenting National Park diujung selatan Taiwan. Dari pengamatan DR.Wong setidaknya 20,000 ekor spesies Raptor (burung pemangsa) secara rutin melakukan migrasi inter-continental menuju dan dari Cagar Alam Kenting di Taiwan pada bulan November-Desember setiap tahunnya. Sungguh fenomena alam yang luar biasa menarik buatku.

Fenomena migrasi burung Raptor ini mendatangkan berkah tersendiri bagi dunia wisata ‘birdwatching’-menonton migrasi burung’ di Taiwan. Disamping mendatangkan devisa, fenomena alam itu juga menumbuhkan kecintaan terhadap nilai nilai ‘konservasi’ di semua kalangan masyarakat. Itulah dampak positif ‘migrasi raptor’ di negara yang ‘sadar konservasi’. Semua anggota masyarakat, mulai dari dokter, ahli fisika, militer, para environmentalist sampai anak anak sekolah bahu membahu menunjukkan kepedulian mereka terhadap masalah masalah konservasi di negerinya.

Ingatanku melayang ke masa kecilku, ketika ‘kampungku’ di Jawa Timur kedatangan satu atau dua burung Alap-alap yang melayang-layang diatas kampung. Kejadian itu sudah cukup mencemaskan penduduk. Jangan-jangan ayam atau unggas mereka jadi sasaran. Bayangkan apabila Alap alap itu datang dalam jumlah ribuan ekor. Bisa dibayangkan heboh dan ‘terror’ yang ditimbulkannya. Bisa jadi akan timbul ‘perang’ antara gerombolan raptor ini dengan penduduk. Untunglah, mangsa Alap-alap China (Accipiter soloensis) ini masih target yang wajar saja yaitu katak, kadal, serangga besar dan keluwing besar (kaki seribu). Atau sesekali sembari terbang dia menyambar serangga terbang atau burung-burung kecil lain.

Tak seperti Elang Norway di Kota Bodo yang berukuran raksasa dengan rentang sayap mencapai 250 cm, Alap alap china hanya berukuran rentang sayap sekitar 30 sd 36 cm. Spesies Alap-alap China memang tergolong ‘Pengelana Jarak jauh Trans-Equatorial’ (Bildstein,2006). Spesies ini merupakan jenis pengelana dominan dibanding 2 kelompok lain dalam gerombolannya yaitu Sikep Madu Asia (Pernis ptylorhynchus orientalis), dan Elang Alap Nipon (Accipiter gularis). Ketiga spesies itu tergolong ‘Penjelajah Benua Asia Timur’ meliputi hamparan pulau-pulau sepanjang 7,000 kilometer mulai dari Timur laut Siberia sampai bagian Timur Indonesia dan Papua New Guinea (Bildstein & Zales, 1995, Germi dkk,2009).

Migrasi hewan terutama burung, tidak hanya disebabkan oleh perubahan iklim ekstrem dan hibernasi spesies mangsa, tetapi juga oleh faktor reproduksi, temperatur, pola persaingan, perilaku dispersal atau pemencaran. Menurut DR.Robert de Candido populasi Alap-alap China pada awalnya berkembang-biak di Timurlaut China kemudian bermigrasi melalui Korea, Jepang Tenggara dan Taiwan menuju Asia Tenggara dan Philippina dan sebagian populasi bergerak menyeberangi laut Kuning dari Korea Utara melalui pulau Shandong menuju timur dan China Tenggara, kemudian mengarah ke Selatan selama awal musim panas. Dengan populasi total mencapai 406,000 ekor, kemudian gerombolan burung itu kembali mengikuti jalur sebelumnya secara tahunan (Chong, 2000). Di Indonesia pergerakan tahunan Alap-alap China ini didokumentasikan oleh Francesco Germi dan Waluyo di pulau Sangihe Talaud, Sulawesi utara.

Sebagian besar penelitian menunjukkan bahwa burung raptor melakukan ‘migrasi tahunan’ dengan melakukan pernerbangan jarak jauh. Pola yang paling umum adalah terbang ke utara untuk berkembang biak pada musim panas Arktik dan terbang kembali ke selatan yang hangat ketika utara sedang mengalami musim dingin. Burung-burung pemangsa dari belahan bumi utara melakukan perpindahan tempat dari tempat asalnya untuk menghindari musim dingin di kawasan Mongolia.
Indonesia merupakan wilayah beriklim tropis menjadi salah satu tempat persinggahan terakhir dari migrasi burung tersebut. Beberapa lokasi penting dimana kita dapat menyaksikan migrasi burung pemangsa dalam jumlah besar yaitu Pulau Rupat, Pelabuhan Merak, Puncak, Pegunungan Dieng, Hutan Wisata Penggaron Semarang, Gardu Pandang Merapi, Bromo Tengger, Taman Nasional Bali Barat dan Sangihe Talaud.
Ayo kita amati fenomena menarik ini, siapkan kamera dan teropongmu..!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar