Jumat, 26 Juli 2013

Polusi Asap Lintas Negara Kian Serius

Jakarta, GATRAnews - Pencemaran udara yang terjadi di kawasan Asia Tenggara hingga daratan Australia yang disebabkan oleh kebakaran hebat di kawasan hutan Indonesia, hampir terjadi setiap tahun. Kebakaran hutan di Riau menjadi fokus pembahasan beberapa waktu yang lalu. Pencemaran ini berdampak pada kerugian yang harus diterima oleh negara lain, baik yang terjadi sebagai bentuk akibat secara langsung atau tidak langsung. Permasalah ini menjadi salah satu pembahasan diskusi Polusi Lintas Batas dan Reputasi Indonesia, yang digelar di Gramedia Matraman, Jakarta, belum lama ini. Hadir sebagai para pembicara dalam diskusi tersebut, yakni Presiden Cides UNJ Akmal Junmiadi, peneliti lingkungan M Rudi Wahyono, dosen hukum Universitas Pancasila Deni Bram, dan Direktur Komunikasi dan hubungan Eksternal Dompet Dhuafa Nana Mintarti. Diskusi ini menyoroti sikap pemerintah Indonesia yang dinilai tidak segera mengambil sikap terkait terjadinya kebakaran hutan yang terjadi hampir setiap tahun. Hal ini sudah masuk kategori transboundary pollution alias pencemaran lintas batas negara. Melalui siaran pers yang diterima GATRAnews, Rabu (17/7), tercatat rekor kebakaran hutan di dunia selalu dipecahkan di Indonesia. Kebakaran hutan yang cukup besar pernah terjadi di Kalimantan Timur pada 1982-1983, yang menghanguskan 3,5 juta hektar hutan. Ini merupakan rekor terbesar kebakaran hutan dunia, setelah kebakaran hutan di Brasil yg mencapai 2 juta hektar pada tahun 1963. Pada awal terjadinya kebakaran hutan hebat di Indonesia pada pertengahan tahun 1997, diperkirakan kerugian materiil yang dialami oleh Indonesia, Malaysia, Dan Singapura, mencapai Rp 5.96 trilyun. Pada saat itu 70,1% dari nilai PDB sektor kehutanan tahun 1997, dan sebagai puncaknya kebakaran hutan yang terjadi, Indonesia pun dinobatkan sebagai Pencemar Udara terbesar di dunia yang melalap 11,7 juta hektar hutan. Data dari Direktoral Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam menunjukkan bahwa kebakaran hutan yang terjadi tiap tahun sejak 1998 hingga 2002 tercatat sekitar 3000 hektar dan 515 ribu hektar. Beberapa ahli ekoklimatologi bahkan menganggap fenomena polusi dari Indonesia itu sebagai pemicu perubahan iklim global, yang akan menimbulkan bencana seluruh umat manusia dalam jangka panjang. Dampak langsung asap kebakaran hutan dan lahan juga telah menurunkan kualitas udara di berbagai kota di beberapa negara. Di Pekanbaru, Kuala Lumpur, Kuching, Singapura, asap tersebut menurunkan kualitas udara melalui level sangat berbahaya standar Air Pollution Index (API), yakni mencapai level di atas angka 300-700 atau tiga sampai tujuh kali batas normal. Kondisi ini sangat membahayakan semua mahluk hidup terutama manusia. Diperkirakan, tak kurang 20 juta manusia di kawasan Semenanjung Malaka dan Sijori menanggung derita akibat asap tersebut. Pada tahun 2002 ASEAN telah mengesahkan sebuah perjanjian yang mengatur pengelolahan asap tersebut. The ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution mengawasi dan mencegah polusi asap melalui berbagai bentuk kerjasama yang telah disepakati. Permasalahan kabut asap ini menjadi masalah internasional karena kasus ini menimbulkan pencemaran di negara-negara tetangga (transboundary pollution) sehingga mereka mengajukan protes terhadap indonesia atas terjadinya masalah ini. Pencegahan pencemaran lingkungan atau polusi lintas batas negara adalah tanggung jawab pemerintah dan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan di indonesia. Sebenarnya instrumen hukum nasional indonesia sudah sangat ketat memuat tentang pencegahan kerusakan lingkungan, perlindungan lingkungan dan hutan, namun apalah artinya sebuah hukum jika tidak diterapkan. Kondisi ini bisa menjadi indikator pemahaman nilai etika dan indikator ketaatan kita pada hukum baik hukum nasional di dlm negeri maupun hukum internasional. (EL)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar