Selasa, 06 Januari 2015

Indonesia Terlahir Sebagai Negara Maritim....!

Indonesia sebagai negara maritim bukan sekadar jargon. Menurut Menurut Direktur Studi Energi, Lingkungan, dan Maritim Center for Information and Develepment Studies (Cides) M Rudi Wahyono, fakta sejarah menunjukkan, Indonesia memang terlahir sebagai negara maritim. Kejayaan Indonesia di bidang maritim juga dibuktikan dengan banyaknya temuan-temuan situs prasejarah di beberapa belahan pulau. Memasuki masa Kerajaan Sriwijaya, Majapahit, hingga Demak, Indonesia menjadi negara yang disegani di kawasan Asia. Kerajaan Sriwijaya telah mendasarkan politik kerajaannya pada penguasaan alur pelayaran dan jalur perdagangan serta menguasai wilayah-wilayah strategis yang digunakan sebagai pangkalan kekuatan laut. Ketangguhan maritim ditunjukkan Singasari di bawah pemerintahan Kertanegara pada abad ke-13. Kerajaan Kertanegara mengirimkan ekspedisi bahari ke Kerajaan Melayu dan Campa untuk menjalin persahabatan dalam menghambat gerak Kerajaan Mongol ke Asia Tenggara. Pada 1284 mereka menaklukkan Bali dalam ekspedisi laut ke timur. Puncak kejayaan maritim nusantara terjadi pada masa Kerajaan Majapahit. Di bawah Raden Wijaya, Hayam Wuruk, dan Patih Gajah Mada, Majapahit berhasil menguasai dan mempersatukan nusantara. Pengaruhnya bahkan sampai ke negara-negara asing, seperti Siam, Ayuthia, Lagor, Kamboja, Anam, India, Filipina, dan Cina. Penemuan situs prasejarah di gua-gua Pulau Muna, Seram, dan Arguni di Maluku yang dipenuhi lukisan perahu-perahu layar menggambarkan bahwa nenek moyang Bangsa Indonesia merupakan bangsa pelaut. Selain itu, ditemukan kesamaan benda-benda sejarah antara Suku Aborigin di Australia dengan di Jawa. Ini menandakan bahwa nenek moyang bangsa Indonesia telah memiliki hubungan dengan bangsa lain. Rudi mengatakan, jika dilihat dari peta yang ada, tampak jelas rute pelayaran melintasi Selat Sunda telah lama dilakukan pelaut-pelaut India, Arab yang akan menuju ke negeri Cina. Mereka biasanya singgah dulu di Phalimbham (Palembang) dan pulau Panaitan serta Kota Perak yang berada di Provinsi Banten sebelum meneruskan perjalanan pelayarannya ke negeri yang hendak ditujunya. Kejayaan para pendahulu tersebut, menurut Rudi, berdasarkan kemampuan mereka membaca potensi wilayahnya. Serta, ketajaman visi dan kesadaran mereka terhadap posisi strategis Indonesia. "Sudah saatnya negeri ini kembali menyadari dan membaca ulang narasi besar maritim Indonesia yang pernah diikrarkan dalam UNCLOS 1982," ujar Rudi. Di dalam United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982 itu banyak termaktub peluang besar Indonesia sebagai negara kepulauan. Namun, lemahnya perhatian dan keberpihakan pemerintah terhadap kemaritiman yang mencakup luat, pesisir, dan perikanan menjadi kerugian besar. Seperti, lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan pada 2002 dengan alasan wilayah yang ditelantarkan. Minimnya keberpihakan pemerintah pada sektor maritim dinilai sebagai faktor utama yang menyebabkan penataan sektor maritim masih semrawut. Berujung pada lemahnya pertahanan kelautan ditandai semakin maraknya praktik illegal fishing, illegal drug traficking, illegal people, dan penyelundupan di perairan Indonesia. "Sekarang, bagaimana sejarah yang panjang itu dihidupkan lagi melalu semangat maritim kepada semua lapisan masyarakat. Agar, kembali menyadari keberadaan bangsa Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia," ujarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar