Blog ini berisi artikel,wawancara, laporan perjalanan dan aneka pengalaman di berbagai bidang dan wilayah!
Minggu, 29 Januari 2012
Perubahan Iklim & Wabah Nyamuk
Pada akhir 2010 saya mendapat fellowship dari SARCS-Taiwan terkait Perubahan Iklim dan Adaptasi Kesehatan ke National Cheng Kung Medical College Tainan Taiwan. Dalam kesempatan itu saya presentasikan riset terkait penyebaran nyamuk Aedes di kota Tangerang dikaitkan dengan kondisi fluktuasi cuaca di sekitar Tangerang. Hasilnya ? Peningkatan suhu lingkungan beberapa derajat amat berpengaruh pada siklus hidup serangga. Siklus hidup terutama pada fase telur sampai larva amat sensitif pada perubahan suhu lingkungan. Salah satu response populasi serangga pada perubahan suhu adalah migrasi horizontal menuju kawasan sub-tropis atau migrasi vertikal menuju tempat-tempat lebih tinggi misalnya gunung atau pegunungan. Nyamuk adalah serangga berbahaya yang merebak akibat perubahan suhu, khususnya Malaria dan Dengue yang sangat dominan di kawasan tropis. Meningkatnya suhu lingkungan sebagai dampak pemanasan global, telah menimbulkan wabah penyakit terkait perkembangan populasi nyamuk.
Problema ini telah menjadi masalah mendesak di dunia, terutama negara yang sedang berkembang (lihat peta). Wabah penyakit karena meningkatnya populasi nyamuk ini telah menyebabkan banyak kematian dini pada ribuan bayi dan anak-anak di negara negara berkembang di sekitar sabuk khatulistiwa. Catatan badan kesehatan dunia (WHO) penyakit terkait berkembangnya populasi nyamuk adalah demam berda
rah, malaria dan demam kuning (Yellow Fever). Beberapa penyakit itu seperti Demam Berdarah Dengue (DBD) hingga sekarang belum ditemukan obatnya. Penyakit-penyakit akibat populasi nyamuk ini juga sangat terkait dengan kondisi kesehatan dan sanitasi lingkungan karena nyamuk penyebar penyakit tersebut, yakni nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus hidup dan berkembangbiak di lingkungan tsb. Suhu secara langsung mempengaruhi laju perkembangan metamorfosis kehidupan nyamuk yang berubah serta replikasi virus dengue.
Studi laboratorium membuktikan temperatur ruang yang lebih tinggi meningkatkan virus replikasi dan mempersingkat masa inkubasi ekstrinsik period (EIP) dalam vektor (Watts et al, 1987; Reiter, 1988), sehingga meningkatkan efficiency-vectorial. Kelangsungan hidup nyamuk juga suhu tergantung, yang memiliki pengaruh pada sistence per air bebas dan kelembaban relatif (Hopp dan Foley, 2001).
Aedes aegypti adalah nyamuk ulet, dan karena mereka mampu beradaptasi hidup didekat dan bahkan di dalam rumah manusia (MacDonald, 1956). Lebih besar dari ukuran tubuh nyamuk betina dapat dianggap bertaruh-ter fisiologis untuk vektor untuk mendapatkan infeksi virus, sementara juga memiliki fecunditas meningkat dan ketekunan yang lebih besar dalam perilaku makan darah (Van den Heuvel, 1963; Nasci, 1991; Sumanochitrapon et al, 1998). Namun para peneliti telah mengamati bahwa sebagai akibat dari suhu rata-rata lebih tinggi, siklus gonotrophic singkat dan frekuensi yang lebih besar dari makan darah di vektor, bersama-sama dengan EIP diproduksi ulang virus, adalah yang lebih besar-tance impor dari ukuran nyamuk untuk transmisi virus ditingkatkan dengue (Rodhain dan Rosen, 1997).
Bukti-bukti mendukung bahwa suhu-mendorong variasi efisiensi vektor dalam nyamuk Aedes aegypti antara penentu paling penting dari variasi temporal dan insiden DBD (Scott et al 2000). Berbagai cara telah dilakukan untuk mencegah berkembang biaknya nyamuk tersebut misalnya dengan memutus siklus hidupnya saat masih berupa telur atau larva, namun hasilnya belum optimal.
Indonesia sebagai negara tropis merupakan kawasan endemik berbagai penyakit menular, seperti malaria, deman berdarah, TBC, filariasis, diare, dan sebagainya. Umar Fahmi A (2005) menyatakan, berdasarkan proses kejadiannya, penyakit menular dapat dikategorikan dalam: (a) penyakit menular endemik, seperti penyakit TBC, diare, malaria, filariasis, hepatisis, (b) penyakit yang berpotensi menjadi Kejadian Luar Biasa (KLB), baik secara periodik dapat diprediksi atau diantispasi serta dicegah, seperti demam berdarah dengue, kolera, dan diare. Penyakit demam berdarah (DB) dan demam berdarah dengue (DBD) yang belum ada obatnya sangat terkait dengan kesehatan lingkungan permukiman.
Penyebab penyakit demam berdarah adalah virus arbovirus yang masuk ke tubuh manusia melalui perantaraan nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus yang senang bersarang dan berkembang biak pada tempat penyimpanan air yang bersih, air-air yang tergenang di barang-barang bekas, maupun dedaunan. (Erik Tapan, 2004). Nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus menyerang daerah perkotaan yang padat penduduknya dan memiliki mobilitas yang tinggi. Berbagai cara telah dilakukan untuk mencegah perkembangbiakan nyamuk penyebab penyakit DBD ini. Setiap tahun masih terjadi peningkatan penderita akibat penyakit DBD dan telah banyak menelan korban jiwa mulai dari anak-anak hingga dewasa.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar