Selasa, 08 April 2014

Daya Saing Indonesia Menjelang MEA 2015

JAKARTA (Suara Karya); Setahun menjelang berlakunya kesepakatan pasar tunggal Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) mulai tahun depan, daya saing Indonesia masih lemah. Ini terkait ketersediaan infrastruktur, administrasi, komunikasi, serta kualitas sumber daya manusia (SDM). Menurut Direktur Central of Information and Development Studies (Cides) M Rudi Wahyono, kesiapan infrastruktur dasar, efisiefisi ekonomi, dan inovasi SDM harus ditingkatkan agar Indonesia tidak tersungkur di era MEA. Melalui MEA, persaingan ekonomi di ASEAN menjadi terbuka. Lebih lanjut, persaingan itu akan diperluas hingga meliputi Tiongkok dan Jepang lewat Asian Free Trade Area. "Pasar bebas ASEAN diberlakukan mulai tahun 2015 sebagai prakondisi pasar bebas APEC mulai tahun 2020. Dengan itu, pertarungan ekonomi di kawasan APEC menjadi dahsyat," kata Rudi di Jakarta, Minggu. Menurut dia, hingga kini SDM Indonesia 40 persen setara lulusan SD, 24 persen setara SLTP, 26 persen setara SLTA, 4 persen akademi/diploma, serta 6 persen sarjana. Konsekuensi liberalisasi dan integrasi ekonomi ke dalam satu pasar tunggal MEA adalah serbuan tenaga kerja berkeahlian dari luar. Tenaga kerja asing akan berebut peluang dengan tenaga kerja lokal di sektor informal, formal, ataupun profesional. Perusahaan-perusahaan yang memindahkan atau memperluas basis ke Indonesia biasanya cenderung menggunakan tenaga kerja berkualifikasi lebih baik dengan tingkat upah relatif sama. Menurut Rudi, pramusaji, roomboy, caddy golf, penjaga stan pameran, pemandu wisata, instruktur ekowisata, hingga sopir taksi kelak harus bersaing dengan pekerja dari Tiongkok, Bangladesh, Filipina, bahkan dari Eropa. Demikian juga dengan tenaga profesional di bidang hukum, 'kesehatan, pendidikan, keuangan, bahkan perdukunan dan paranormal. Pendidikan, pelatihan, penguasaan bahasa asing, dan juga penampilan fisik turut dipersaingkan dan dipersandingkan dalam era liberalisasi ini. "Di berbagai lembaga pendidikan menengah dan perguruan tinggi, seperti di Thailand, Filipina, dan Australia, program pendidikan bahasa dan budaya Indonesia telah dibuka dengan gratis dan banyak peminatnya. Itulah sekelumit cara mereka mempersiapkan diri untuk merebut pasar Indonesia,” ujar Rudi. Karena itu, menurut Rudi pula, komunitas bisnis melalui berbagai asosiasi harus diberdayakan dan aktif memantau peluang maupun kendala eksternal.Mereka juga harus memberikan masukan kepada pemcrintah. Di sisi lain, kementerian atau lembaga negara maupun pemerintah daerah harus terintegrasi secara komprehensif, sinergis alias tak terkotak-kotak dalam ego sektoral. Rudi menambahkan, infrastruktur di Indonesia masih tertinggal dibanding di negara ASEAN lain. Total ruas jalan tol di Indonesia baru 750 kilometer, sementara Malaysia telah memiliki 3.500 kilometer. "Demikian juga pelabuhan, di negara kepulauan dan maritim ini justru buruk. Sebagai negara dengan pantai terpanjang di dunia, kita baru memiliki 18 pelabuhan samudra. Sementara Thailand, sebagai perbandingan, sudah memiliki pelabuhan besar untuk setiap 50 kilometer panjang pantainya," tutur Rudi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar