Sabtu, 03 Mei 2014

Satelit Bencana di Langit Kita

Bencana demi bencana sepertinya tak kunjung berakhir melanda tanah air kita. Mulai dari gempa, banjir, longsor, kebakaran hutan dan gunung meletus. Aneka bencana itu ternyata memicu perhatian internasional untuk mengarahkan ‘mata langitnya’ di bumi Indonesia. Saat ini kita kembali menjadi obyek penelitian sangat menarik bagi berbagai satelit observasi setelah Bencana Kebakaran hutan dahsyat pada 1997 untuk menguji keakuratan dan kecepatan pencitraan satelit bencana tsb. Sebagian provider satelit mengkategorikan bencana itu sebagai ‘picture of the month’ dan mungkin segera menjadi ‘deadly beautiful picture’ -gambar cantik yang mematikan’. Sementara otoritas pemerintah Indonesia tengah sibuk memperbaiki peralatan monitor lingkungan yang rusak, menyusul laporan adanya kegagalan alat pemantau bencana. Serta merta, beberapa lembaga internasional seperti ESA dan NASA telah merilis data pengamatan mereka pada bencana di Indonesia. Kelemahan pengamatan serta jangkauan alat pengukur atau monitor di Bumi, menjadi alasan utama mengapa berbagai negara mengembangkan satelit untuk memantau aneka bencana di permukaan bumi. Sadar makin banyaknya bencana dan perubahan lingkungan di permukaan bumi yang sulit terpantau dengan peralatan biasa maka NASA dan ESA serta JAXA berlomba meluncurkan satelit pemantau kualitas lingkungan. Saat ini tak kurang 8000 satelit mengorbit bumi, sekitar 3000 buah diantaranya masih aktif, seperti satelit cuaca, satelit komunikasi, satelit navigasi, satelit observasi, teleskop antariksa dll. Satelit observasi bumi, dikalangan peneliti dikenal sebagai Earth Observation Satellite (EOS). Dilingkungan militer dan NSA-National Security Agency satelit ini dikenal sebagai ’spy satellite’ -satelit mata-mata, karena bisa digunakan untuk memantau objek di permukaan bumi secara akurat.Teknologi penginderaan jauh menjadi tumpuan utama banyak negara ditengah kendala pengamatan langsung di lapangan seperti badai siklon tropis, kebakaran hutan atau letusan gunung api. Selain didukung peralatan pemantauan di permukaan bumi. Sentinel-1 Setelah masa aktif Envisat satelit milik ESA-European Space Agency dengan misi observasi atmosfer, kelautan, daratan dan lapisan es berakhir pada April 2012. Esa sudah mempersipakan satlit lingkungan generasi selanjutnya yaitu Sentinel-1 dan Sentinel 2. Data satelit lingkungan tsb dipakai untuk mendukung riset kebumian dan berperan dalam monitoring perubahan lingkungan dan iklim global. Seperti seniornya Envisat, Sentinel-1 memiliki 2 elemen dasar yaitu: pertama, platform polar multimisi untuk misi observasi bumi masa depan. Kedua, pengembangan instrumen misi terintegrasi untuk keperluan aplikasi ilmiah, riset, dan operasional meteorologi. Envisat mengorbit pada sun-synchronous polar orbit dengan ketinggian 800 km dari muka air laut. Kemampuan merekam obyek yang sama dilakukan setiap 35 hari, dan sebagian besar sensor memiliki cakupan area (swath) yang lebar sehingga mampu meliput seluruh permukaan bumi dalam 1 hingga 3 hari. ESA sedang mengembangkan lima misi baru yang disebut Sentinel khusus untuk kebutuhan operasional program Copernicus. Misi ini membawa berbagai teknologi , seperti radar dan instrumen pencitraan multi- spektral tanah , laut dan pemantauan atmosfer : Sentinel - 1 adalah satelit polar orbit, mampu bekerja di semua cuaca, siang- malam misi melayani pencitraan radar untuk tanah dan laut. Aura Satelit Aura (EOS CH-1) adalah satelit NASA milik multi-nasional untuk penelitian ilmiah di orbit sekitar Bumi, mempelajari lapisan ozon Bumi, kualitas udara dan iklim. Satelit ini adalah bagian ketiga dari Earth Observing System (EOS) berikut pada Terra (diluncurkan 1999) dan Aqua (diluncurkan 2002). Nama "Aura" berasal dari kata Latin untuk udara. Satelit ini diluncurkan dari Vandenberg Air Force Base di 15 Juli 2004 melalui roket Delta II 7920-10L. Satelit Aura memiliki bobot sekitar 1.765 kg. Dengan panjang 6,9 m dengan didukung tenaga panel surya tunggal sepanjang 15 m. Dalam kasus letusan Kelud satelit ini berhasil mencitrakan penyebaran debu SO2 di seluruh pulau Jawa dan samudera Hindia. CALIPSO Calipso adalah satelit lingkungan produksi NASA bersama (USA) dan CNES (Prancis) satelit lingkungan, dibangun di Cannes Mandelieu Space Center, yang diluncurkan di atas sebuah roket Delta II pada tanggal 28 April 2006. Namanya adalah singkatan dari Cloud-Aerosol Lidar dan Infrared Pathfinder Satellite Observation. Instrumen penginderaan jauh pasif dan aktif di papan Calipso satelit memantau aerosol dan awan 24 jam sehari. Calipso merupakan bagian dari formasi serangkaian beberapa satelit lain (Aqua, Aura dan CloudSat). Parasol Satelit Parasol (Polarization & Anisotropy of Reflectances for Atmospheric Sciences coupled with Observations from a Lidar) (Polarisasi & Anisotropy of Reflectances) Ilmu Atmosfer ditambah dengan Pengamatan tekonologi LIDAR adalah satelit pengamat bumi yang dibangun di Perancis. Satelit Ini membawa alat yang disebut ‘Polder’ yang mempelajari radiasi dan microphysical sifat awan dan aerosol. Parasol diluncurkan dari pelabuhan antariksa Perancis di Kourou, Guyana Prancis pada tanggal 18 Desember tahun 2004 oleh roket Ariane 5 G+. Satelit ini terbang bersama beberapa satelit lain (Aqua, Calipso, CloudSat dan Aura). Satelit ini memiliki fungsi gabungan rangkaian instrumen lengkap untuk mengamati awan dan aerosol, dari radiometers pasif menjadi aktif LIDAR dan radar sounders. TerraSAR-X TerraSAR-X merupakan satelit pertama German yang dibuat kerjasma antara badan antariksa German, German Aerospace Center (Deutsches Zentrum für Luft- und Raumfahrt; DLR) dan Astrium GmbH in Friedrichshafen. Satelit Terra merupakan satelit polar orbit dan aktif mengirimkan sinyal data X band ke stasiun buminya. Terra SAR mampu bekerja dalam segala cuaca dan memiliki resolusi hingga satu meter. Pihak DLR bertanggung jawab pada pengoperasian satelit untuk kepentingan saintifik, sekaligus bertugas merencanakan, melaksanakan serta mengendalikan misi satelit tsb. Komersialisasi satelit ini dikendalikan oleh Infoterra GmbH. Pada peristiwa letusan Kelud 14022014 satelit ini langsung memberikan laporan berupa gambar kubah lava beberapa hari setelah letusan.
COSMO-Skymed (Italia) COSMO-SkyMed-(Constellation of small Satellites for the Mediterranean basin Observation adalah satelit observasi bumi yang dimiliki oleh Kementrian Pertahanan dan Riset Italia yang dioperasikan oleh lembaga antariksanya (ASI) untuk keperluan militer dan sipil. Satelit ini terdiri atas empat buah satelit ukuran medium yang dilengkapi dengan sensor SAR-synthetic aperture radar (SAR). Satelit ini mengorbit daerah target dalam segala cuaca beberapa kali dalam sehari. Citra yang ditampilkan satelit ini digunakan untuk kepentingan keamanan dan pertahanan Italia, atau membantu negara lain diantaranya untuk analis bahaya kegempaan, memantau kerusakan lingkungan dan pemetaan pertanian. RadarSat Radarsat, satelit milik pemerintah Kanada dan dioperasikan oleh Badan Ruang Angkasa Kanada (CSA). Satelit ini diluncurkan pada tanggal 4 Nopember 2005. Radarsat beroperasi pada ketinggian sekitar 800 km, dengan menggunakan saluran/band tunggal pada frekuensi 5.3 GHz. atau pada panjang gelombang 5.6 Cm. saluran / band ini sering dikenal dengan Band-C dengan Polarisasi HH (Horisontal-Horisontal). Kelebihan sensor aktif pada Radarsat adalah mampu mengarahkan sudut masuk (Insidence Angle) bervariasi, sehingga memungkinkan untuk mendapatkan beberapa kualitas jenis citra, terutama dari segi resolusi spasialnya. Radarsat dapat beroperasi setiap saat, baik siang maupun malam. MODIS MODIS -Moderate resolution Imaging Spectroradiometer-, adalah satelit untuk monitoring lingkungan global, seperti monitoring potensi dan dampak bencana alam, dan pengamatan cuaca di wilayah perairan. MODIS adalah salah satu instrument utama yang dibawa Earth Observing System (EOS) Terra satellite, yang merupakan bagian dari program antariksa Amerika Serikat, National Aeronautics and Space Administration (NASA). Program EOS merupakan program jangka panjang untuk mengamati, meneliti dan menganalisa lahan, lautan, atmosfir bumi dan interaksi diantara faktor-faktor ini. MODIS mengorbit bumi secara polar (arah utara-selatan) pada ketinggian 705 km dan melewati garis khatulistiwa pada jam 10:30 waktu lokal. Lebar cakupan lahan pada permukaan bumi setiap putarannya sekitar 2330 km. MODIS dapat mengamati tempat yang sama di permukaan bumi setiap hari, untuk kawasan di atas lintang 30, dan setiap 2 hari, untuk kawasan di bawah lintang 30, termasuk Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar