Senin, 22 Oktober 2012

Doa di 45


Photo Cube Generator



Ya Allah Ya Tuhanku. Matikanlah diriku SecepatNya.. Pabila sisa umurku membawaku pada mudharat dan murkaMu -- Ya Allah Ya Rabbku... Perpanjangkannlah Usiaku Pabila Umurku membawa ridhoMU. serta keberkahan pada ummatMu.. -- Ya Allah..Ya Tuhanku.. Betapa banyak bukti kebesaranMu.. Telah aku saksikan dengan mata dan kepalaku.. aku telah coba beritakan dan sampaikan... Namun, tidaklah mudah membuat mereka Percaya akan. Kehadiran serta KebesaranMu.... Malah seringkali mereka mencemooh.. Serta menuduhku meminta ‘keistemewaan’ yang tak berhak aku dapatkan.. -- Ya Allah Ya Rabbku.. Sungguh berat untuk menjalankan yang benar dengan benar dan menjauhi yang salah dengan benar.... karena semua menjadi abu abu dan kelabu. Ya Allah, Berikanlah Daku Kekuatan untuk menjalankan yang benar dengan benar.. Dan menjauhi yang salah dengan benar. -- Ya Allah Bimbinglah daku selalu hingga sisa Usiaku.. Dan matikanlah daku dalam keadaan berbhakti kepadaMu.. Amien Ya Robbal Alamin..

Senin, 06 Agustus 2012

Peta Kelaparan vs Industrilialisasi Pangan

Baru sadar,Indonesia sedang ‘krisis sumber protein murah’. Tahu dan tempe langka di pasar. Kenapa langka ? Pengusaha tahu dan tempe pada mogok. Karena biaya produksi tahu dan tempe meningkat karena harga kedelai naik. Sadarkah anda kedelei bahan baku industri tahu dan tempe ini sebagian besar masih import dari Amerika Serikat. Dalam Fellowships Climate Change Adaptation and Mitigation 2010 di Cheng Kung Medical University dibahas tentang ‘Food Security dan Malnutrition’, berisi kajian terbaru problema ketahanan pangan dan malnutrisi seantero dunia. Professor Ebi L.Kristie, (peneliti FAO dan IPCC) sebagai ‘visiting professor’ menyampaikan bahwa masa depan manusia menghadapi tantangan krisis pangan. Fenomena ini sedang berkembang diseluruh dunia baik di negara-negara miskin dan berkembang. Bahkan, negara majupun kini mengalami kemerosotan pasokan pangan. Dampak krisis pangan dunia, FAO menengarai setidaknya satu nyawa melayang akibat kelaparan setiap 3 detik. Sementara dampak malnutrisinya berupa busung lapar atau defisiensi zat gizi tertentu jauh lebih besar. Dalam riset di Asia dan Afrika, Prof.Ebie menyimpulkan penyebab utama krisis pangan didunia adalah : pertumbuhan permintaan pangan diberbagai wilayah untuk berbagai jenis pangan tertentu (misal beras di Asia, jagung di Amerika Latin), adanya ketidak adilan akses pangan, pemerintahan miskin subsidi, anggaran biaya penelitian pangan kurang, konfilik politik (perang) dan kemiskinan, diversifikasi tanaman pangan menjadi bahan bakar (nabati), kenaikan harga BBM, pupuk, transportasi serta naiknya harga input produksi lain. Indikasi nyata bahwa dunia mengalami kekurangan pangan tercermin dengan ketidakseimbangan jumlah penduduk dunia dengan produksi pangan global. Penduduk dunia diperkirakan mencapai 9 miliar pada 2045. Sementara, produksi pangan dunia dipastikan tidak mampu mencapai kenaikan sebesar 70% tingkat produksi sekarang. Peta Kelaparan Didunia masih terjadi perdebatan pengukuran standar kesejahteraan yang akurat. Karena indikator GDP (Gross Domestik Produk) dan GNP (Gross National Produk) dan IP (Income per-Capita) masih sangat bias. Bisa saja suatu negara memiliki GNP tinggi namun in-come percapita rendah karena sebagian besar pendapatan nasional ditopang oleh investasi asing atau mengandung banyak komponen import. Akibatnya yang tersisa sebagai pendapatan lokal sangat rendah. Untuk memudahkan pengukuran tingkat kesejahteraan dasar suatu negara, sejak 2006 diterbitkanlah Index Kelaparan Global atau Global Hunger Index. Index ini secara langsung berhubungan dengan kebutuhan dasar fisiologis manusia yaitu pemenuhan kebutuhan pangan dan nutrisi. Indeks Kelaparan Global (GHI, Global Hunger Index) adalah alat statistik multidimensi untuk menggambarkan situasi keadaan kelaparan negara. GHI mengukur kemajuan dan kegagalan suatu negara dalam perang global melawan kelaparan. GHI diperbarui setahun sekali. GHI diadopsi dan dikembangkan oleh International Food Policy Research Institute (IFPRI). Pertama diterbitkan pada 2006 oleh Welthungerhilfe,di Jerman. Sejak tahun 2007, hampir seluruh organisasi nirlaba dunia mendukung langkah GHI. Pada 2011 GHI menghitung index kelaparan pada 122 negara berkembang dan 81 negara lain dalam peringkat transisi. Fokus bahasan GHI berubah setiap tahun tergantung ‘trend’ yang dianggap dominan. Pada 2010 laporan GHI berfokus pada topik utama: Indeks gizi anak usia dini pada anak-anak muda dari usia remaja. Pada 2011 GHI berfokus pada harga pangan yang naik dan fluktuatif beberapa tahun terakhir. Dampak perubahan harga pangan ini berpengaruh sangat signifikan terhadap tingkat kelaparan dan kekurangan gizi secara global. Laporan GHI 2011 menyimpulkan bahwa kenaikan harga dan volatilitas harga mengurangi belanja rumah tangga miskin pada berbagai barang dan jasa yang penting, serta mengurangi kalori yang mereka konsumsi. Fluktuasi harga pangan sangat berpengaruh pada pemenuhan pangan masyarakat miskin dan memaksa mereka beralih ke produk pangan padat, murah, berkualitas rendah, serta minim unsur gizi mikronya. GHI dan FAO melaporkan bahwa kemiskinan, konflik dan ketidakstabilan politik menyebabkan hampir satu miliar manusia menderita kelaparan tahun 2011, yang sebagian besar berdampak pada anak-anak di Afrika dan Asia. Indeks Kelaparan Global dari 122 negara yang tertera dalam laporan tahunan, 25 negara di antaranya memiliki tingkat kelaparan yang "mengkhawatirkan" dan 4 (empat) negara di Afrika berada pada tingkat "sangat mengkhawatirkan", demikian laporan oleh Lembaga Riset Kebijakan Pangan Internasional (International Food Policy Research Institute/IFPRI), Concern Worldwide, dan Welthungerhilte. Kongo dinilai sebagai negera terburuk dalam indeks kelaparan, berdasarkan data dari 2003-2008. Tiga per empat dari populasi di negara Afrika tengah itu menderita kurang gizi, dan Kongo juga negara dengan tingkat kematian anak tertinggi di dunia, menurut temuan para peneliti penyusun indeks tersebut. Tiga faktor yang digunakan untuk menghitung Indeks Kelaparan Global (GHI): banyaknya penduduk kurang gizi di suatu negara, berat badan anak di bawah rata-rata, dan tingkat kematian anak. "Perang saudara yang berlarut-larut sejak akhir 1990-an telah menyebabkan keruntuhan ekonomi, pengungsian besar-besaran, dan kondisi ketidakamanan makanan yang kronis" di Kongo. "Tingkat ketersediaan dan akses makanan memburuk dengan menurunnya produksi makanan, dan wilayah terpencil menjadi lebih terisolasi sebagai akibat sangat buruknya infrastruktur. Negara dengan urutan kelaparan terburuk adalah Nepal, Tanzania, Kamboja, Sudan. Zimbabwe, Burkina Faso, Togo, Guinea-Bissau, Djibouti, Mozambik, India, Bangladesh, Liberia, Zambia, Timor Leste, Niger, Angola, Yaman, Republik Afrika Tengah, Madagaskar, Komoro, Haiti, Sierra Leone dan Ethiopia. Bersama dengan Burundi, DRC dan Eritrea, Komoro -- negara kepulauan dilepas pantai timur Afrika yang rawan kudeta -- dan Haiti menempati tingkat kekurangan gizi lebih dari 50 persen penduduknya. Bangladesh, India, Timor Leste dan Yaman tercatat lebih dari 40 persen anak berusia di bawah lima tahun kekurangan berat badan. Afghanistan, Angola, Chad dan Somalia memiliki tingkat kematian anak tertinggi, dengan lebih 20 persen anak meninggal sebelum mencapai usia lima tahun. Korea Utara merupakan salah satu dari sembilan negara dalam nilai indeks kelaparannya meningkat dari 16,2 poin pada 1990 menjadi 19,4 poin pada 2010. Sejak Januari 2011 FAO juga memperingat beberapa negara akan bahaya kelaparan tersebut. Organisasi pangan dunia ini menyebutkan, Indonesia, Pakistan, Mongolia, Burma, Kenya dan negara Afrika lainnya berada di level ‘serius’ dalam indeks kelaparan global. Tentunya itu sangat bertolak belakang dan indeks prestasi pembangunan yang selalu didengungkan oleh pemerintahan SBY selama ini. Menurut GHI-Global Hunger Index, Indonesia termasuk kelompok negara yang mengalami kategori krisis pangan serius yaitu 12.2 (index antara 10 s.d 19.9) pada tahun 2011. Tak bisa disangkal fenomena gagal panen semakin sering ditemui di Indonesia. Seperti paceklik yang melanda delapan kampung di Distrik Suntamon, Kabupaten Yahukimo- Papua menimbulkan datangnya bencana kelaparan. Menurut Pendeta Isak Kipka, bencana kelaparan yang melanda tujuh distrik di Kabupaten Yahukimo, di antaranya Distrik Suntamon, Langda, Bomela, Seradala, Walma, Pronggoli dan Heryakpini. “Saat ini sudah ada sekitar 92 orang tewas akibat krisis pangan ini’. Industrialisasi pangan Umat manusia berusaha mengatasi kesulitan dan tantangan masa-depannya seperti upaya penyediaan pangan, sandang dan energi melalui bioteknologi dan rekayasa genetika pertanian dan peternakan. Tekanan lingkungan dan perubahan iklim yang semakin berat membuat produksi pertanian secara tradisional dan intensif semakin menurun produktifitasnya. Dengan kondisi itu petani tradisional kedepan akan semakin terpinggirkan dan miskin karena biaya produksi tidak sebanding dengan pendapatan yang diterima. Terlebih prasarana produksi seperti benih, pupuk dan sistem irigasi yang kurang memadai menambah penderitaan mereka. Selanjutnya para industriawanlah yang semakin berjaya karena memiliki teknologi dan modal yang kuat untuk memproduksi pangan deng produktfitas sangat tinggi diantarnya dengan penerapan rekayasa genetik melalui penciptaan berbagai komoditas transgenik. Sejak awal, industri dan pemerintah di seluruh dunia terlalu menekankan manfaat tanaman transgenik. Mereka mengklaim bahwa tanaman transgenik akan: bermanfaat bagi lingkungan dengan mengurangi penggunaan herbisida dan insektisida, membantu petani, memecahkan krisis pangan, menyelesaikan masalah kelaparan dengan meningkatkan lahan tanaman, dan meningkatkan nutrisi pangan. Mereka mengklaim bahwa transgenik aman untuk konsumsi dan lingkungan. Tetapi akumulasi fakta ilmiah dan berdasar pengalaman tanaman transgenik selama 10 tahun ini menunjukkan bahwa teknologi transgenik belum mampu memenuhi janjinya. Sebaliknya tanaman transgenik secara ilmiah terbukti meningkatkan asupan kimia dalam jangka panjang. Mereka menghasilkan hasil panen yang tidak lebih baik dan dalam beberapa hal lebih buruk dari jenis konvensional. Makanan rekayasa transgenik memang sudah menjadi kontroversi sejak 30 tahun silam. Yang jadi soal adanya rekayasa gen alias kode pembawa keturunan dari suatu makhluk ke makhluk lain bahkan yang berbeda spesies sekali pun. Para aktivis pembela konsumen dan lingkungan mengecam rekayasa seperti itu karena dinilai ‘kebablasan’ dan melawan ‘kodrat alam’. Selain tentu saja tak aman bagi lingkungan dan kesehatan manusia. Tak heran jika di sejumlah negara termasuk Indonesia, produk transgenik kerap menuai protes. Produk pangan transgenik lain seperti jagung, kedelai, dan buah-buahan di AS tak dijual dalam bentuk segar. Hasil pertanian tersebut diproses menjadi makanan atau minuman ringan. Sirup jagung misalnya, digunakan sebagai pemanis banyak minuman dan makanan. Tak seperti di Eropa, AS tak mensyaratkan pemberian label bagi produk yang mengandung unsur transgenik. Jadi tanpa disadari, warga AS juga mengonsumsi produk transgenik. Pertanian transgenik saat ini telah merambah 21 negara dengan total luas lahan mencapai 90 juta hektare. Dalam 10 tahun terakhir, tingkat pertumbuhan mencapai 47 kali lipat. Nilai bisnis produk transgenik kini menembus Rp 50 triliun. Monsanto menjadi perusahaan AS yang merajai pasar pertanian transgenik dunia. Bicara industri rekayasa genetik tidak lengkap rasanya bila tidak membicarakan masalah bisnis dari produk ini. Dari tahun ke tahun ternyata bisnis produk rekayasa genetik itu semakin besar. Bukan hanya dalam area pertanian transgenik yang makin meluas dari tahun ke tahun tapi juga penjualan produk transgenik. Bisnis produk transgenik juga merambah Indonesia. Tidak adanya kebijakan pelebelan terhadap produk pangan transgenik menjadikan negeri ini pasar yang menggiurkan bagi industri transgenik. “Karena tidak ada pengawasan terhadap impor produk makanan segar dan juga pelebelan pada kemasannya, dapat dikatakan negeri ini telah manjadi tong sampah dari produk pangan transgenik yang dinegri asalnya sendiri dijauhi,’ demikian pendapat Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Di Indonesia, meski tidak tercatat sebagai produsen tanaman GM –Genetic Modification, kenyataannya beberapa jenis komoditas transgenik sudah tumbuh di Tanah Air. Sejak diterbitkan SK Mentan (No. 856 /Kpts /HK330 /9 /1997), menurut Prof.Hari Hartiko (dari Fakultas Biologi UGM), di Indonesia sudah ditanam 10 tanaman transgenik, antara lain jagung (4 jenis), kacang tanah, kapas (2 macam), kakao, kedelai, padi, tebu, tembakau, ubi jalar, dan kentang (Berita Bumi 12/2000). Uji coba lapangan tanaman transgenik di Indonesia terkesan ditutup-tutupi. Selain keempat komoditas utama (jagung, kedelai, kapas, dan kanola), di dunia ini sudah beredar tanaman transgenik lain, meski masih relatif sedikit jumlahnya. Ada kentang, labu, pepaya, melon, tomat, dan tanaman yang direkayasa agar tahan virus, awet segar, dan bernilai gizi tinggi. Belum lagi produk rekayasa gen yang kini baru diciptakan atau masih diteliti di berbagai lab dengan macam-macam target pula. Di Indonesia pun pengembangan tanaman transgenik kini masih dilakukan, terutama di tingkat litbang (Deptan, Batan, LIPI, dan BPPT). Komoditasnya meliputi produk dari luar negeri dan produk dalam negeri. Pertimbangan sosial-ekonomi dan budaya yang terkait dengan penggunaan dan pelepasan organisme hasil modifikasi genetika (genetically modified organisms /transgeniks) cenderung mendapat sedikit perhatian dibandingkan ilmu pengetahuan alam dan teknologi karena banyak yang dilakukan secara tersembunyi dengan melakukan cara-cara ilegal seperti ‘menyuap’ pejabat pemerintah terkait di berbagai negara termasuk Indonesia. Kecenderungan ini menandakan, perdebatan dalam kecukupan penggunaan dan pelepasan transgenik adalah soal ilmiah-teknis. Hal ini hanya terbuka untuk kalangan ilmuwan dan para pakar yang bergerak di bidang ini. Sedikitnya bahan literatur yang membahas pertimbangan sosial-ekonomi transgenik ini dapat dijelaskan dengan sejumlah alasan. Dampak sosial-ekonomi dari setiap teknologi membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk dapat terwujud, seperti teknologi-teknologi baru yang hadir di dunia, contohnya Revolusi Hijau. Sebelum dampaknya terlihat jelas, Revolusi Hijau sudah terlanjur meluas. Penerapan Revolusi Hijau telah menciptakan sebuah kelas baru dalam dunia buruh pertanian. Laporan United States Department of Agriculture (USDA) menyebutkan nilai ekspor produk transgenik Amerika Serikat ke Indonesia tahun 2004 mencapai 600 juta dolar AS. Produk transgenik itu terdiri dari kedelai, jagung dan kapas. Pertanyaan berikutnya, tentu saja adalah siapa para penguasa industry transgenic tersebut? Benih tanaman rekayasa genetika ternyata hanya dikuasai oleh tiga perusahaan multi nasional. “Monsanto menguasai 91%, sisanya 9% dikuasai oleh Syngenta & Aventis Cropsience,”, “Bisakah kita mempercayakan pemenuhan pangan dunia hanya diserahkan kepada ketiga korporasi multi-nasional ini?” Tantangan masa depan umat manusia mendorongnya melakukan berbagai upaya untuk mempertahankan eksistensinya di bumi. Namun sudah sepatutnya manusia mempertimbangkan dampak sosial, budaya, ekonomi dan lingkungan dan etika pengunaan rekayasa genetika dalam produksi kebutuhan pangan dan sandangnya. Pertimbangan sosial-ekonomi dan budaya yang terkait dengan penggunaan dan pelepasan organisme hasil modifikasi genetika (genetically modified organisms/transgeniks) cenderung mendapat sedikit perhatian dibandingkan ilmu pengetahuan alam dan teknologi. Kecenderungan ini menandakan, perdebatan dalam kecukupan penggunaan dan pelepasan transgenik adalah soal ilmiah-teknis. Hal ini hanya terbuka untuk kalangan ilmuwan dan para pakar yang bergerak di bidang ini. Penerapan Revolusi Hijau telah menciptakan sebuah kelas baru dalam dunia pertanian yaitu terciptanya kelas buruh dan majikan. Sebelum para ilmuwan sosial mulai melihat fenomena ini, dampak teknologi ini telah masuk ke lembaga sosial dan segera mengubah relasi-relasi sosial yang ada. Salah satu cara seperti yang ditempuh oleh Bill Gates dan yayasannya adalah dengan memperkenalkan padi hibrida transgenik untuk negara negara miskin di Afrika dan Asia melalui program bantuan pangan dan bukan mendapatkan keuntungan ekonomi dari lapisan masyarakat miskin yang kelaparan seperti dilakukan kebanyakan perusahaan pangan trans-nasional.

Senin, 28 Mei 2012

Mitigasi Perubahan Iklim : Green Energy dan Carbon Storage

Green Industry: Principle Research, Technology and its Applications merupakan tema yang sesuai dengan kondisi saat ini. Green industry menjadi masalah bangsa karena saat ini, emisi gas rumah kaca masih tinggi dan belum ada upaya untuk menanggulanginya. Oleh karena itu, Fakultas Teknik Universitas Mercu Buana Jakarta menyelenggarakan Seminar Nasional Pengkajian dan Penerapan Teknologi Industri (SNPPTI) untuk ketiga kalinya, 28/4/12 di Auditorium Universitas Mercu Buana Jakarta.

Tujuan diselenggarakannya Seminar Nasional tersebut diharapkan menghasilkan solusi dari pemerintah, para peneliti, akademisi dan praktisi dalam memberikan arah pengkajian dan penerapan teknologi industry dalam penerapan Green Industry. Hadir sebagai Keynote Speaker Dr. Ir. Luluk Sumiarso, M.Sc (Pengamat, Pakar dan Praktisi Energi Perubahan Iklim) dengan moderator Ir. Yuriadi Kusuma, M.Sc (Praktisi Energi/Dosen FTI UMB). Hadir dalam acara tersebut Dr. Purwanto SK, M.Si (Wakil Rektor Bidang Perencanaan dan Pengembangan Sumber Daya), Ir. Torik Husein, MT (Dekan Fakultas Teknik Universitas Mercu Buana) dan para dosen di lingkungan Fakultas Teknik UMB.

Dalam SNPPTI kali ini hadir beberapa pembicara diantaranya Ir. Dida Migfar Ridha (Ketua Bidang Inventarisasi Gas Rumah Kaca Kementerian Lingkungan Hidup RI), Dr. Ir. Eliyani (Ketua Pusat Studi Perubahan Iklim UMB), Ir. Muhammad Rudi Wahyono, MBA (Peneliti Lingkungan CIDES) serta Ir. Tri Reni Budiarti (Kementerian Perindustrian) dengan moderator Dr. Ing Mudrik Alaydrus.

SNPPTI Ke-3 dibuka secara resmi oleh Dr. Purwanto SK, M.Si (Wakil Rektor Bidang Perencanaan dan Pengembangan Sumber Daya). Dalam sambutannya, beliau sangat mendukung terselenggaranya Seminar Nasional yang diselenggarakan oleh Fakultas Teknik hingga telah mencapai tahun ketiga penyelenggaraannya. “Karena akan membangun nuansa akademik yang kondusif. Tema yang dipilih juga sangat relevan dengan kondisi saat ini. Penelitian dalam bidang Sektor dan Manufaktur sangat penting. Saat ini peranan Green Industry tidak dapat diupayakan oleh pihak industry atau pelaku industry saja, tetapi oleh semua kalangan yang terlibat dalam penanganan Green Industry”.
> Para pembicara menjelaskan solusi nasional perubahan iklim yaitu penurunan emisi gas rumah kaca sebanyak 26% mandiri dan 41% merupakan bantuan luar negeri pada tahun 2020. Sehingga peran perguruan tinggi adalah memberi masukan ilmiah dan menjadi pusat perubahan sikap. Industri Hijau menjadi keharusan yang perlu dikembangkan. Dalam kesempatan tersebut peneliti Cides,M.Rudi Wahyono menyampaikan presentasi bahwa reduksi emisi gas rumah kaca dapat dilakukan dengan perbaikan dari sumbernya atau pada industrinya. Pemanfaatan energy terbarukan misalnya tenaga surya, tenaga angin dan hydro electric serta penggunaan Carbon Capture Storage Sequestration (CCS) pada bidang energi konservatif melalui EOR-Extended Oil Recovery, bioenergi dan industri pangan. (Diolah dari Biro Sekretariat Universitas & Humas /humas@mercubuana.ac.id)

Jumat, 16 Maret 2012

Lost in Hongkong

Pengalamanku terjadi setahun lalu. Sewaktu mampir di Hongkong dalam perjalanan pulang mengikuti pendalaman Ilmu Kesehatan Lingkungan Cheng Kung Medical College University Taiwan. Semula aku sempat ragu jadi..ndak.. mampir Hongkong. Maklum hampir dua minggu sudah aku meninggalkan Indonesia. Serta itu kali pertama aku mengunjungi bekas koloni Inggris itu. Untunglah. bila berkunjung ke Hongkong WNI tak perlu repot mengurus visa maka kuputuskan mampir disana tiga hari cukuplah untuk memutari seluruh Hongkong, siapa tahu kelak pengalamnaku kesana akan berguna pikirku.
Pesawat Dragon Air yang membawaku dari Kaoshiung mendarat di terminal 3 Hongkong Internasional Airport. Bandara sangat megah itu dibangun tengah laut untuk menggantikan Bandara Kai Tak yang diarasa terlalu sempit. Bandara baru Hongkong dibangun di atas pulau buatan yang direklamasi dari pulau Chek Lap Kok dan Lam Chau dengan luas lahan bandara ini mencapai 12,48 km² atau seperempat luas total kedua pulau yang direklamasi tadi. Dari jendela kabin pesawat kulihat dikananku ada perahu ‘Coast guard’ penjaga pantai Hongkong hilir mudik berpatroli mencegah adanya penyusup. Di lobi kedatangan, penumpang harus melalui pemeriksaan imigrasi, mengambil bagasi, dan melalui pemeriksaan bea cukai. Walaupun Bandara Internasional Hong Kong hanya memiliki satu buah terminal, tetapi bila keluar melalui pintu yang salah akan menyebabkan kesalahan fatal terutama bila penumpang berbaur dengan dengan penjemput misalnya. Pengambilan bagasi pada karousel 1-7 mengharuskan penumpang untuk keluar dari pintu keluar A. Sedangkan pemungutan bagasi pada karousel 8-14 mengharuskan penumpang untuk keluar dari pintu keluar B. Wah…kalau begini caranya, siapapun bisa ketinggalan pesawat kalau transit di bandara ini cuma beberapa jam. Sewaktu pemeriksaan di imigrasi, petugas bertanya : ‘ Dari mana anda ? “ Saya dari Indonesia ‘ Eeeiit..aku lupa menjawab bahwa barusan pulang dari Kaoshiung Taiwan’. Walah jadinya prosedurnya agak berbelit –belit.… Oke…kalau begitu anda lewat jalur ini. Seluruh bagasiku diwajibkan melewati jalur pemeriksaan khusus. Seluruh.bawaan,.tas trolly dan tas jinjing/laptop dan ranselku diperiksa satu persatu’ dengan seksama . Setelah petugas memeriksa catatan pasporku ..mungkin dia baru percaya bahwa kau bukan imigran yang sedang ingin cari pekerjaan di Hongkong.. ‘Menginap dimana anda…” “ Di Chungking hotel atau apa... di Nathan Road saya lupa namanya’ ‘Kemarin saya sudah konfirmasi via internet waktu saya di Kaoshiung’.. ’Berapa hari anda di Honkong ‘ ‘Yah kira kira tiga hari lah’… ’Oke have ‘Nice trip in Hongkong…Sir’. Akhirnya petugas ini meloloskan aku dengan sedikit memberi rasa hormat. Terkadang, aku iri dengan orang orang Jepang..mereka begitu sangat dihormati dimanapun kutemui. Disamping karena negaranya amat sangat jarang terkena ‘Travel Warning’ . Juga karena penampilan warga negara mereka berpakaian sangat necis-formal dengan jas dan dasi. Waktu itu saya cuma berkaos dan jaket..persis immigran yang mau mengungsi..ke Hongkong. Maklumlah acara resmiku udah kelar sehari kemarin di Kaoshiung. Keluar dari terminal 3 aku segera mencari Money changer menukar beberapa ratus US ke Dollar Hongkong. Beberapa uang dolarku sudah kucel dan jelek banget fisiknya tapi tetap saja mereka terima dengan senyum-ramah. Tak ada kata kata menggerutu dari petugas bank Hongkong yang selalu charming dan ramah itu. Sebelum keluar bandara tak lupa aku berbelanja bekal di 7-eleven, maklum banyak kemungkinan di jalan sehingga harus siap bekal logistik seperlunya. Setelah cukup istirahat, kemudian aku mencari jalur bus.atau kereta .ke kota, setelah muter-muter akhirnya ketemulah jalur bus yang paling pas..! ...Tersesat di Kowloon dan bertemu keluarga Liem HAR…

Minggu, 29 Januari 2012

Perubahan Iklim & Wabah Nyamuk

Pada akhir 2010 saya mendapat fellowship dari SARCS-Taiwan terkait Perubahan Iklim dan Adaptasi Kesehatan ke National Cheng Kung Medical College Tainan Taiwan. Dalam kesempatan itu saya presentasikan riset terkait penyebaran nyamuk Aedes di kota Tangerang dikaitkan dengan kondisi fluktuasi cuaca di sekitar Tangerang. Hasilnya ? Peningkatan suhu lingkungan beberapa derajat amat berpengaruh pada siklus hidup serangga. Siklus hidup terutama pada fase telur sampai larva amat sensitif pada perubahan suhu lingkungan. Salah satu response populasi serangga pada perubahan suhu adalah migrasi horizontal menuju kawasan sub-tropis atau migrasi vertikal menuju tempat-tempat lebih tinggi misalnya gunung atau pegunungan. Nyamuk adalah serangga berbahaya yang merebak akibat perubahan suhu, khususnya Malaria dan Dengue yang sangat dominan di kawasan tropis. Meningkatnya suhu lingkungan sebagai dampak pemanasan global, telah menimbulkan wabah penyakit terkait perkembangan populasi nyamuk. Problema ini telah menjadi masalah mendesak di dunia, terutama negara yang sedang berkembang (lihat peta). Wabah penyakit karena meningkatnya populasi nyamuk ini telah menyebabkan banyak kematian dini pada ribuan bayi dan anak-anak di negara negara berkembang di sekitar sabuk khatulistiwa. Catatan badan kesehatan dunia (WHO) penyakit terkait berkembangnya populasi nyamuk adalah demam berda
rah, malaria dan demam kuning (Yellow Fever). Beberapa penyakit itu seperti Demam Berdarah Dengue (DBD) hingga sekarang belum ditemukan obatnya. Penyakit-penyakit akibat populasi nyamuk ini juga sangat terkait dengan kondisi kesehatan dan sanitasi lingkungan karena nyamuk penyebar penyakit tersebut, yakni nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus hidup dan berkembangbiak di lingkungan tsb. Suhu secara langsung mempengaruhi laju perkembangan metamorfosis kehidupan nyamuk yang berubah serta replikasi virus dengue. Studi laboratorium membuktikan temperatur ruang yang lebih tinggi meningkatkan virus replikasi dan mempersingkat masa inkubasi ekstrinsik period (EIP) dalam vektor (Watts et al, 1987; Reiter, 1988), sehingga meningkatkan efficiency-vectorial. Kelangsungan hidup nyamuk juga suhu tergantung, yang memiliki pengaruh pada sistence per air bebas dan kelembaban relatif (Hopp dan Foley, 2001). Aedes aegypti adalah nyamuk ulet, dan karena mereka mampu beradaptasi hidup didekat dan bahkan di dalam rumah manusia (MacDonald, 1956). Lebih besar dari ukuran tubuh nyamuk betina dapat dianggap bertaruh-ter fisiologis untuk vektor untuk mendapatkan infeksi virus, sementara juga memiliki fecunditas meningkat dan ketekunan yang lebih besar dalam perilaku makan darah (Van den Heuvel, 1963; Nasci, 1991; Sumanochitrapon et al, 1998). Namun para peneliti telah mengamati bahwa sebagai akibat dari suhu rata-rata lebih tinggi, siklus gonotrophic singkat dan frekuensi yang lebih besar dari makan darah di vektor, bersama-sama dengan EIP diproduksi ulang virus, adalah yang lebih besar-tance impor dari ukuran nyamuk untuk transmisi virus ditingkatkan dengue (Rodhain dan Rosen, 1997). Bukti-bukti mendukung bahwa suhu-mendorong variasi efisiensi vektor dalam nyamuk Aedes aegypti antara penentu paling penting dari variasi temporal dan insiden DBD (Scott et al 2000). Berbagai cara telah dilakukan untuk mencegah berkembang biaknya nyamuk tersebut misalnya dengan memutus siklus hidupnya saat masih berupa telur atau larva, namun hasilnya belum optimal. Indonesia sebagai negara tropis merupakan kawasan endemik berbagai penyakit menular, seperti malaria, deman berdarah, TBC, filariasis, diare, dan sebagainya. Umar Fahmi A (2005) menyatakan, berdasarkan proses kejadiannya, penyakit menular dapat dikategorikan dalam: (a) penyakit menular endemik, seperti penyakit TBC, diare, malaria, filariasis, hepatisis, (b) penyakit yang berpotensi menjadi Kejadian Luar Biasa (KLB), baik secara periodik dapat diprediksi atau diantispasi serta dicegah, seperti demam berdarah dengue, kolera, dan diare. Penyakit demam berdarah (DB) dan demam berdarah dengue (DBD) yang belum ada obatnya sangat terkait dengan kesehatan lingkungan permukiman. Penyebab penyakit demam berdarah adalah virus arbovirus yang masuk ke tubuh manusia melalui perantaraan nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus yang senang bersarang dan berkembang biak pada tempat penyimpanan air yang bersih, air-air yang tergenang di barang-barang bekas, maupun dedaunan. (Erik Tapan, 2004). Nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus menyerang daerah perkotaan yang padat penduduknya dan memiliki mobilitas yang tinggi. Berbagai cara telah dilakukan untuk mencegah perkembangbiakan nyamuk penyebab penyakit DBD ini. Setiap tahun masih terjadi peningkatan penderita akibat penyakit DBD dan telah banyak menelan korban jiwa mulai dari anak-anak hingga dewasa.

Minggu, 01 Januari 2012

Disaat daku tua (Nasehat bijak Kaum Tua di Daratan China)

Di saat daku tua, aku bukanlah diriku yang dulu. Maklumilah diriku, bersabarlah menghadapiku. Disaat daku menumpahkan kuah sayuran di bajuku, Disaat daku tidak lagi mengingat cara mengikat tali sepatu. Ingatlah masa-masa bagaimana daku mengajarimu, membimbingmu untuk melakukannya. Disaat daku pikun mengulang ulang terus ucapan yang membosankanmu Bersabarlah mndengarkanku, janganlah memotong ucapanku . Ingatlah dimasa kecilmu, daku harus mengulang ulang terus sebuah cerita hingga dirimu terbuai dalam mimpimu Disaat daku membutuhkanmu untuk memandikanku Janganlah menyalahkanku, Ingatlah dimasa kecilmu bagaimana daku dengan berbagai cara membujukmu untuk mandi Disaat kedua kakiku lemah untuk berjalan Ulurkanlah tanganmu yang muda dan kuat untuk memapahku Ingatlah dimasa kecilmu, aku menuntunmu melangkahkan kaki untuk belajar berjalan Disaat daku melupakan topik pembicaraan kita Berilah sedikit waktu padaku untuk mengingatnya. Sebenarnya, topik pembicaraan bukan hal penting bagiku asalkan engkau berada disisiku untuk mendengarkanku , aku telah bahagia Disaat engkau melihat diriku menua, janganlah bersedih. Maklumilah diriku , dukunglah daku sebagaimana aku terhadapmu disaat engkau baru belajar tentang kehidupan.
Dulu daku menuntunmu menapaki jalan kehidupan ini. kini temanilah daku hingga akhir jalan hidupku. Berilah daku cinta kasih dan kesabaranmu, daku akan menerimanya dengan senyuman penuh syukur. Dalam senyumku ini, tertanam kasihku yang tak terhingga padamu...